Pantai Lamaru Balikpapan
bisa dijangkau hanya dalam tiga puluh menit dari pusat kota dengan
kendaraan sendiri, tetapi bisa satu jam naik taksi jurusan Dam-Manggar
(taksi adalah sebutan untuk pete-pete di Balikpapan). Bagi anak-anak
muda yang lebih senang naik motor dan sedikit balap-balapan, perjalanan
bisa ditempuh kira-kira dua puluh menit saja. Dengan ngebut, menghemat
waktu memang; tapi hati-hati, jalan selepas Bandara Sepinggan cukup
ramai juga, apalagi dekat Pasar Sepinggan dan pasar sore di Batakan.
Dari pusat kota Balikpapan menuju pantai Lamaru,
kita bisa melalui jalan Sudirman dan Iswahyudi, bisa pula melalui
jalan Ring Road. Kedua jalur ini bertemu di dekat Bandara Sepinggan.
Selanjutnya kita bisa menyusuri jalan lurus yang lumayan bagus ke arah
Semboja atau Senipah. Kira-kira lima belas kilometer dari bandara,
setelah melewati kompleks angkatan udara dan beberapa
perusahaan-perusahaan yang cukup terkenal di dunia pertambangan, minyak
dan gas yang berjejer di sepanjang kiri kanan jalan, ada belokan ke
kanan. Dan sesudah melewati sebuah gapura “Selamat Datang” yang tak
terawat dan “pos jaga” tempat membeli tiket masuk sebesar Rp1.000 per
orang, kita akan memasuki jalan tak beraspal dan bergelombang. Nah
itulah jalan ke pantai Lamaru.
Pantai ini terbentang cukup panjang sekitar dua kilometer dari arah
Batakan ke arah Tertitip. Pada saat air surut, bentangan pasir pun
semakin luas ke arah laut. Dengan konturnya yang sangat landai dan
lautnya yang dangkal dengan dasar berpasir sekitar beberapa puluh meter
dari batas pantai, tempat ini pada saat surut bisa menjadi lapangan
untuk main bola, volley pantai, atau tempat membuat candi-candian
pasir. Sepanjang pantai Lamaru setelah batas bibir pantai berpasir,
ditutupi oleh pepohonan yang rindang. Di bawah pepohonan inilah
warung-warung beratap rumbia atau daun nipah berjejer sepanjang coastal
road-nya pantai Lamaru. Warung-warung tersebut umumnya menjajakan
makanan dengan menu utama seperti nasi ayam, soto banjar, atau ikan
bakar yang tentu dilengkapi dengan berbagai jus berbagai rasa. Yang
menarik untuk penggemar kelapa muda, hampir semua warung di pantai
Lamaru menjual kelapa muda yang cukup segar. Dengan uang lima ribu
rupiah, Anda bisa menikmati kelapa muda, terserah mau pakai es, gula
pasir, atau bahkan dengan gula merah dari Sulawesi.
Warung-warung ini juga menyediakan peralatan yang diperlukan oleh
pengunjung. Jika Anda senang main bola di pasir, di pantai Lamaru sudah
tersedia bola kaki yang disewakan di warung-warung, atau juga
dijajakan di pantai. Jika Anda mau berenang di laut, sudah tersedia ban
yang juga bisa disewa. Bahkan untuk duduk lesehan sambil menikmati
kacang rebus atau jagung bakar, Anda bisa menyewa tikar berukuran 2×2
meter hanya dengan uang lima ribu rupiah dan Anda bisa memakainya
sampai puas. Jika Anda sempat berenang di laut dan sudah menyiapkan
pakaian pengganti, di belakang warung-warung itu terdapat beberapa
sumur air tawar untuk mandi serta bilik kecil bersekat sederhana untuk
ganti pakaian, sekatnya sebagian dari kain bekas spanduk. Bagi orang
muslim, jika Anda menghabiskan waktu seharian disana, jangan sungkan
untuk meminjam pojok warung untuk tempat sembahyang, atau Anda bisa ke
mushalla yang terletak di dekat jalan keluar. Pokoknya semuanya hampir
ada-lah!
Yang unik di pantai Lamaru adalah perahu sepeda.
Karena dangkalnya air laut dan kecilnya gelombang air khususnya pada
saat surut, maka penduduk sekitar Lamaru membuat perahu kecil yang bisa
dijalankan dengan cara dikayuh seperti sepeda. Di kiri kanan atau di
tengah perahu kecil ini terdapat baling-baling, atau tepatnya kincir,
yang dikopel dengan poros pedal tadi. Dengan mengayuh seperti saat
bersepeda, maka perahu akan bergerak ke depan. Jangan khawatir, perahu
tidak akan bergerak lurus ke depan saja, karena di belakang sudah
disiapkan guling sebagai pengarah. Lagian, sang pemilik perahu akan
menemani perjalanan penumpang sampai kembali ke bibir pantai. Lucunya,
tidak ada pembeda dari perahu-perahu sepeda itu kecuali model dan
warnanya saja, karena nyaris semuanya tidak punya nama sebagaimana
halnya perahu-perahu kecil nelayan pada umumnya. Namun keramahan
pemiliknya dan keunikan mengayuh di air akan menggoda Anda untuk
mencobanya. Dengan hanya membayar Rp20.000 untuk satu putaran, Anda
bersama keluarga dan teman bisa naik perahu sepeda ini dan akan diajak
berkeliling di pantai selama beberapa puluh menit.
Ada beberapa model perahu sepeda ini. Berdasarkan jumlah penumpang,
ada perahu sepeda dengan penumpang sekitar enam sampai tujuh orang, dan
ada berpenumpang sekitar tiga orang saja, termasuk pengayuhnya. Untuk
menjaga keseimbangan dan memanipulasi kecepatan, ada perahu sepeda yang
dibuat dua badan dan ada pula yang menggunakan side floater yang
menyerupai palatto pada perahu tradisional Sandeq di Mandar. Contoh
perahu sepeda yang dibuat dua badan adalah milik Mudir, seorang anak
Bugis yang masih sekolah di salah satu SD. Setiap pulang sekolah, anak
ini akan kembali “bertugas” di pantai Lamaru untuk mengemudikan perahu
sepedanya.
Jumlah perahu sepeda yang ada di pantai Lamaru sekitar dua puluh
lima dan umumnya pemiliknya rata-rata orang Bugis (di Balikpapan, orang
Bugis biasanya dimaksudkan siapa saja yang berasal dari Sulawesi
Selatan dan Barat, jadi ada Bugis saja, Bugis Makassar, ada pula Bugis
Mandar). Dari penuturan Agus, salah seorang operator perahu sepeda,
mereka sudah “beroperasi” di pantai Lamaru sekitar lima tahun yang
lalu. Agus adalah keluarga Mudir. Mereka berdua masing-masing
mengemudikan perahu sepeda yang keduanya adalah milik ayah Mudir.
Akan tetapi, di balik keunikan dan keindahannya, pantai Lamaru
kelihatan sekali kurang diperhatikan. Sebagai orang awam, saya merasa
pihak-pihak terkait tidak, atau mungkin belum, memerhatikan daerah ini;
kalaupun perhatian itu sudah ada, efeknya jelas belum terasa. Walaupun
pemerintah kota Balikpapan sudah merencanakan akan menjadikan Lamaru
dan sekitarnya sebagai kota nelayan, namun persiapan belum terlihat
disana. Menurut salah seorang pemilik warung, pantai Lamaru adalah
“milik” hotel Grand Senyiur, itu terbukti dengan diprasastikannya logo
Senyiur di pintu gerbang ke pantai Lamaru.
Jalan akses ke pantai Lamaru juga sangat jelek.
Selain bergelombang dan belum diberikan pengerasan, jalan ini akan
sangat berdebu di saat kering dan menjadi becek setelah turun hujan.
Kondisi ini tentu akan mengecilkan minat pengunjung. Selain itu
sampah-sampah masih terlihat berserakan di sekitar pantai, yang
“membersihkannya” umumnya adalah pemulung plastik atau kaleng bekas
minuman, atau pemilik warung yang hanya membersihkan sampah
pengunjungnya saja.
Pantai Lamaru adalah salah satu obyek wisata
bahari yang harus dilestarikan dan diperkenalkan, bukan hanya untuk
orang Balikpapan saja, tetapi juga untuk orang Kalimantan, Sulawesi,
bahkan Indonesia. Lamaru adalah salah satu pantai tempat di mana
beberapa orang rakyat kecil menggantungkan hidup dengan melayani orang
lain, ya salah satunya dengan perahu sepeda itu. Mereka hidup dan
berharap dari aktivitas mereka yang sangat tergantung kepada
pengunjung. Jika pihak-pihak terkait tidak memberikan perhatian, pantai Lamaru
hanya akan menjadi cerita, itupun jika Lamaru tidak “hilang” digerus
ombak. Lantas ke mana rakyat kecil itu akan mengayuh perahu sepedanya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar