Senin, 23 Januari 2012

Wisata Bahari Pantai Lamaru - Balikpapan Kalimantan Timur

Pantai Lamaru Balikpapan bisa dijangkau hanya dalam tiga puluh menit dari pusat kota dengan kendaraan sendiri, tetapi bisa satu jam naik taksi jurusan Dam-Manggar (taksi adalah sebutan untuk pete-pete di Balikpapan). Bagi anak-anak muda yang lebih senang naik motor dan sedikit balap-balapan, perjalanan bisa ditempuh kira-kira dua puluh menit saja. Dengan ngebut, menghemat waktu memang; tapi hati-hati, jalan selepas Bandara Sepinggan cukup ramai juga, apalagi dekat Pasar Sepinggan dan pasar sore di Batakan.


Dari pusat kota Balikpapan menuju pantai Lamaru, kita bisa melalui jalan Sudirman dan Iswahyudi, bisa pula melalui jalan Ring Road. Kedua jalur ini bertemu di dekat Bandara Sepinggan. Selanjutnya kita bisa menyusuri jalan lurus yang lumayan bagus ke arah Semboja atau Senipah. Kira-kira lima belas kilometer dari bandara, setelah melewati kompleks angkatan udara dan beberapa perusahaan-perusahaan yang cukup terkenal di dunia pertambangan, minyak dan gas yang berjejer di sepanjang kiri kanan jalan, ada belokan ke kanan. Dan sesudah melewati sebuah gapura “Selamat Datang” yang tak terawat dan “pos jaga” tempat membeli tiket masuk sebesar Rp1.000 per orang, kita akan memasuki jalan tak beraspal dan bergelombang. Nah itulah jalan ke pantai Lamaru.

Pantai ini terbentang cukup panjang sekitar dua kilometer dari arah Batakan ke arah Tertitip. Pada saat air surut, bentangan pasir pun semakin luas ke arah laut. Dengan konturnya yang sangat landai dan lautnya yang dangkal dengan dasar berpasir sekitar beberapa puluh meter dari batas pantai, tempat ini pada saat surut bisa menjadi lapangan untuk main bola, volley pantai, atau tempat membuat candi-candian pasir. Sepanjang pantai Lamaru setelah batas bibir pantai berpasir, ditutupi oleh pepohonan yang rindang. Di bawah pepohonan inilah warung-warung beratap rumbia atau daun nipah berjejer sepanjang coastal road-nya pantai Lamaru. Warung-warung tersebut umumnya menjajakan makanan dengan menu utama seperti nasi ayam, soto banjar, atau ikan bakar yang tentu dilengkapi dengan berbagai jus berbagai rasa. Yang menarik untuk penggemar kelapa muda, hampir semua warung di pantai Lamaru menjual kelapa muda yang cukup segar. Dengan uang lima ribu rupiah, Anda bisa menikmati kelapa muda, terserah mau pakai es, gula pasir, atau bahkan dengan gula merah dari Sulawesi.
pantai lamaru
Warung-warung ini juga menyediakan peralatan yang diperlukan oleh pengunjung. Jika Anda senang main bola di pasir, di pantai Lamaru sudah tersedia bola kaki yang disewakan di warung-warung, atau juga dijajakan di pantai. Jika Anda mau berenang di laut, sudah tersedia ban yang juga bisa disewa. Bahkan untuk duduk lesehan sambil menikmati kacang rebus atau jagung bakar, Anda bisa menyewa tikar berukuran 2×2 meter hanya dengan uang lima ribu rupiah dan Anda bisa memakainya sampai puas. Jika Anda sempat berenang di laut dan sudah menyiapkan pakaian pengganti, di belakang warung-warung itu terdapat beberapa sumur air tawar untuk mandi serta bilik kecil bersekat sederhana untuk ganti pakaian, sekatnya sebagian dari kain bekas spanduk. Bagi orang muslim, jika Anda menghabiskan waktu seharian disana, jangan sungkan untuk meminjam pojok warung untuk tempat sembahyang, atau Anda bisa ke mushalla yang terletak di dekat jalan keluar. Pokoknya semuanya hampir ada-lah!

Yang unik di pantai Lamaru adalah perahu sepeda. Karena dangkalnya air laut dan kecilnya gelombang air khususnya pada saat surut, maka penduduk sekitar Lamaru membuat perahu kecil yang bisa dijalankan dengan cara dikayuh seperti sepeda. Di kiri kanan atau di tengah perahu kecil ini terdapat baling-baling, atau tepatnya kincir, yang dikopel dengan poros pedal tadi. Dengan mengayuh seperti saat bersepeda, maka perahu akan bergerak ke depan. Jangan khawatir, perahu tidak akan bergerak lurus ke depan saja, karena di belakang sudah disiapkan guling sebagai pengarah. Lagian, sang pemilik perahu akan menemani perjalanan penumpang sampai kembali ke bibir pantai. Lucunya, tidak ada pembeda dari perahu-perahu sepeda itu kecuali model dan warnanya saja, karena nyaris semuanya tidak punya nama sebagaimana halnya perahu-perahu kecil nelayan pada umumnya. Namun keramahan pemiliknya dan keunikan mengayuh di air akan menggoda Anda untuk mencobanya. Dengan hanya membayar Rp20.000 untuk satu putaran, Anda bersama keluarga dan teman bisa naik perahu sepeda ini dan akan diajak berkeliling di pantai selama beberapa puluh menit.

Ada beberapa model perahu sepeda ini. Berdasarkan jumlah penumpang, ada perahu sepeda dengan penumpang sekitar enam sampai tujuh orang, dan ada berpenumpang sekitar tiga orang saja, termasuk pengayuhnya. Untuk menjaga keseimbangan dan memanipulasi kecepatan, ada perahu sepeda yang dibuat dua badan dan ada pula yang menggunakan side floater yang menyerupai palatto pada perahu tradisional Sandeq di Mandar. Contoh perahu sepeda yang dibuat dua badan adalah milik Mudir, seorang anak Bugis yang masih sekolah di salah satu SD. Setiap pulang sekolah, anak ini akan kembali “bertugas” di pantai Lamaru untuk mengemudikan perahu sepedanya.
Jumlah perahu sepeda yang ada di pantai Lamaru sekitar dua puluh lima dan umumnya pemiliknya rata-rata orang Bugis (di Balikpapan, orang Bugis biasanya dimaksudkan siapa saja yang berasal dari Sulawesi Selatan dan Barat, jadi ada Bugis saja, Bugis Makassar, ada pula Bugis Mandar). Dari penuturan Agus, salah seorang operator perahu sepeda, mereka sudah “beroperasi” di pantai Lamaru sekitar lima tahun yang lalu. Agus adalah keluarga Mudir. Mereka berdua masing-masing mengemudikan perahu sepeda yang keduanya adalah milik ayah Mudir.

Akan tetapi, di balik keunikan dan keindahannya, pantai Lamaru kelihatan sekali kurang diperhatikan. Sebagai orang awam, saya merasa pihak-pihak terkait tidak, atau mungkin belum, memerhatikan daerah ini; kalaupun perhatian itu sudah ada, efeknya jelas belum terasa. Walaupun pemerintah kota Balikpapan sudah merencanakan akan menjadikan Lamaru dan sekitarnya sebagai kota nelayan, namun persiapan belum terlihat disana. Menurut salah seorang pemilik warung, pantai Lamaru adalah “milik” hotel Grand Senyiur, itu terbukti dengan diprasastikannya logo Senyiur di pintu gerbang ke pantai Lamaru.
Jalan akses ke pantai Lamaru juga sangat jelek. Selain bergelombang dan belum diberikan pengerasan, jalan ini akan sangat berdebu di saat kering dan menjadi becek setelah turun hujan. Kondisi ini tentu akan mengecilkan minat pengunjung. Selain itu sampah-sampah masih terlihat berserakan di sekitar pantai, yang “membersihkannya” umumnya adalah pemulung plastik atau kaleng bekas minuman, atau pemilik warung yang hanya membersihkan sampah pengunjungnya saja.

Pantai Lamaru adalah salah satu obyek wisata bahari yang harus dilestarikan dan diperkenalkan, bukan hanya untuk orang Balikpapan saja, tetapi juga untuk orang Kalimantan, Sulawesi, bahkan Indonesia. Lamaru adalah salah satu pantai tempat di mana beberapa orang rakyat kecil menggantungkan hidup dengan melayani orang lain, ya salah satunya dengan perahu sepeda itu. Mereka hidup dan berharap dari aktivitas mereka yang sangat tergantung kepada pengunjung. Jika pihak-pihak terkait tidak memberikan perhatian, pantai Lamaru hanya akan menjadi cerita, itupun jika Lamaru tidak “hilang” digerus ombak. Lantas ke mana rakyat kecil itu akan mengayuh perahu sepedanya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar